ASTRONOMI

SEMESTER I

Jumat, 15 Juni 2012

Asrof Fitri Menyabet Gelar Mahasiswa Berprestasi


Rabu, 13 Juni – Justisia mengadakan acara penganugerahan “Justisia Award” di hotel Siliwangi. Acara ini merupakan salah satu agenda dari rangkaian acara seminar nasional yang bertemakan “Ke-tidak Bebasan Beragama dan Masalah Intoleransi, Potret Mutakhir Kehidupan Keberagamaan Di Indonesia”  dan launching buku “MelampauiSekat : Pentakostalisme dan dialog antar agama”.
Dalam penganugerahan “Justisia Award” tersebut, ada 5 kategori yang disematkan kepada mahasiswa dan dosen, yaitu kategori mahasiswa berprestasi, mahasiswsa terkreatif, dosen inspiratif, dosen terfavorit dan dosen terproduktif.
Di kategori mahasiswa berprestasi, Asrof Ftri (Mahasiswa Konsentrasi Ilmu Falak Angkatan 2009) berhasil meraih gelar tersebut.
“Gelar ini didasarkan pada nilai IPK, keaktifan di organisasi dan keseringan tulisannya dimuat di media massa” tutur mc. “Dia (Asrof Fitri) adalah mahasiswa dengan nilai IPK 3,89, pemimpin redaksi majalah zenith dan sering menulis di media massa” tambahnya.
Asrof sendiri merasa hal ini kurang pantas untuk disematkan kepadanya. “Ini hanya keberuntungan semata, banyak teman-teman yang lebih berhak dari saya” ucapnya ketika diminta memberikan kata-kata.     

Minggu, 10 Juni 2012

Humor

Melihat Syeitan

Ada seorang pemuda minta petunjuk kepada Nasrodin Hoja.

"Ya Mulloh...,"katanya," Aku ingin melihat syetan agar lebih siap untuk melawannya, lalu bagaimana caranya?"

"Ohh... Gampang itu !!" jawab yang ditanya enteng.

"Masuk aja ke kamarmu lalu bercerminlah!!" lanjut Mullah.

"Truzz..???" potong si pemuda.

"Itulah wajah syetan..!!" jawab Nasrodin Hoja dengan enteng sambil ngeluyur pergi.

Si pemuda: ". . . . . . . . . ."


#gremeng2_GAPLEKZ !!

Humor


 
Air Musta’mal menurut Udin
 
Suatu malam ketika Ustadz sedang mengajar santri santrinya.

Ustadz: "Badrun, ada berapa pembagian air, sebutkan?!"
Badrun: "Ada 4 Ustadz, air mutlak, musta'mal, musyamas, dan mutanajis."
Ustadz: "Bagus! Nah, kamu Udin, sebutkan contoh air musta'mal?!"
Udin: "Air kelapa, air kopi, air teh, susu, fanta, sprite, cocacola...."
Badrun: "Yang haus... yang haus... yang haus..." (si Badrun ikut nyeletuk)
Santri: "gerrrrr...."

Filosofi Al-Fiyyah


Makan Dengan Tangan, Kenapa Tidak?


Dalam nadhom Al-fiyyah ibnu malik nomer 63 pada bab “nakirah dan ma’rifat” disebutkan :
وَ في اخْتيَارلَا يَجئُ المُنْفَصلْ * اذَا تَأَتَّي أَنء يَجئَ المُتّصلْ
Secara normatifitas nahwu, nadhom ini mengandung pemahaman bahwa dalam kondisi ikhtiyar (normal), tidak selayaknya kita memakai dhomir munfasil selama kita masih bisa mendatangkan dhomir muttasil. Jadi, contoh  رايت اياك dalam kondisi normal tidaklah diperkenankan. Karena kita masih bisa mengucapkan رأيتك  dan ini tidak mengurangi nilai substantifnya dalam memberikan sebuah pemahaman. Ini beda halnya dengan contoh اياك نعبد. Pada contoh ini, pemakaian dhomir munfasil tidaklah dapat dipermasalahkan. Karena dalam konteks ini, ada sebuah pemahaman yang ingin dibangun dengan mendahulukan maf’ul yang berupa dhamir. Pendahuluan maf’ul tersebt bertujuan untuk takhsis (pengkhususan). Jadi, yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah hanya kepada Allah-lah kita menyembah.  Dan pada kondisi ini, tidak ada pilihan lain untuk memilih dhomir kecuali harus memakai dhomir munfasil. Dalam nadhom nomer 55 disebutkan :  
وَ ذُوْ اتّصَال منْهُ مَا لَا يُبْتَدَا * وَلَا يَليْ الّا اخْتيَارًا اَبَدًا
“Dhamir muttasil itu selamanya tidak dapat ditaruh di permulaan kalam dan tidak dapat jatuh setelah الَّا "
Pemahaman noramatif nadhom ke-63 tadi bisa kita larikan ke pemahaman filosofis aplikatif dalam kehidupan sehari-hari, yaitu “Dalam kondisi ikhtiyar (tidak dharurat), kita tidak diperkenankan makan dengan sendok selama masih mungkin untuk makan dengan tangan. Jadi, makan dengan sendok itu diperbolehkan selama tidak ada pilihan lain.”
Dalam sebuah hadist disebutkan :
 “ Sungguh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam makan dengan menggunakan tiga jari.” (HR. Muslim, HR. Daud).
و الله اعلم بالصواب

Puisi


 Harapan, Bukan Impian, 
Tawaqqu’-ku, bukan tamanni 
Oleh Asoka

Dunia ini semakin gila....
Atau aku yang mungkin gila...

Kau bilang ini gender...
Mau maju saja...
Kau masih Minder...

Kau bilang ini pluralis...
Kau tetap fanatis...
Aphatis....
Tak pernah optimis...
Akan langkah-langkah yang menggerimis...

Tak ada cerminkah untuk berkaca pada fenomena ini...
Mengenai hal-hal teoritis...
Atau langkah-langkah praktis
Demi tercapainya tujuan yang substantif
Bukan sekedar...
Tujuan yang dipersulit birokratif....
Atau juga...
icon-icon lain dengan lebel agamis....

Akankah pemikiran-pemikiran filosofis...
Hanya menjadi bualan, yang imaginatif....

Tampaknya...
tak semua ijtihad salafuna as-shalih...
Harus kita salahkan...
Dengan bualan-bualan...
Yang penuh bumbu keangkuhan...

Dunia ini maya...
Tapi Kau tak percaya...
Realita-realita kabur...
yang memang nyata...

Tak pantaskas aku galau....
Atau layakkah aku dituding mengigau...

Rasanya....
Penilaian kita tak seobjektif penilaian Allah...
Keadilan kita...
Tak sebanding tuntutan-tuntutan...
Mulianya...
Untuk tidak diskriminatif

Kau suruh aku berfikir....
Aku berfilosofis...
Kau tuding aku orang yang kritis...
Tak realistis...

Kau suruh aku bergerak...
Langkahmu tampak subyektif....
Apathis terhadap ide-ide kreatif

Kau mungkin benar....
Tapi, apakah aku selalu salah?
Ketika gerakanku kurang normatif...

Tahukah dirimu...
Situasi tidak konduksif...
Menunggu waktu...
Yang begitu cepatnya berubah

Tampaknya...
Benarlah sang mendiang mengatakan...
Sholih iku ora rogone....
Solih iku bagus atine...

Tak salah juga...
Sang mendiang mengatakan...
Sholeh iku nomer loro...
Sing nomer siji...
Alim...

Benarkah begitu...
Saudaraku....
Kau adalah andalanku...
Diriku itu dirimu...
Kau  juga bagian dari diriku....
Tapi, agaknya tubuh ini kurang sehat...

Aku butuh Suplemen Al-Qur’an...
Vitamin sunnah nabi...
Untuk hal-hal duniawi...
Begitupun ukhrawi....
ربنا اتنا في الدنيا حسنة و في الاخرة حسنة, وقنا عذاب النار