“Man aamana bi Allahi wa al-yaumi al-akhiri falyaqul khoiran au
liyashmutu”. (Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari kiamat, maka
hendaklah berkata dengan kata-kata yang baik atau diam). Inilah hal yang diperintahkan Rasulullah SAW 14 abad yang lalu.
Penulis merasa hal ini masih cukup relevan sampai saat ini sebagai upaya untuk
menjaga hubungan sosial dalam bermasyarakat.
Namun kayaknya ajaran itu sudah mulai ditinggalkan karena
tuntutan-tuntutan politik dan perebutan pengaruh. Inilah hal yang tidak bisa
kita pungkiri ketika melihat fenomena pengklaiman Gus Dur sebagai seorang
koruptor oleh Habib Muhsin. Pertanyaannya kemudian pantaskah hal ini dilakukan
oleh seorang mu’min? Menuduh seseorang tanpa adanya bukti? Fakta pun telah
membuktikan bahwa gus dur tidaklah lengser karena korupsi, melainkan lengser karena
politik pada saat itu, setelah beliau
mencabut Jenderal (Pol) R. Suroyo Bimantoro tanpa konsultasi kepada DPR.
Penulis menganggap bahwa perbuatan yang demikian itu hanya akan
memecah belah umat islam sendiri. Di samping juga menyulut pergeseketaan antara
kelompok yang ada. Maka dari itu penulis menilai bahwa diamlah jalan yang
terbaik. Dan lebih baik lagi bila mengembalikan urusan tersebut kepada pihak
yang berwenang dan lebih memahami persoalannya dari pada memberi komentar
dengan pengetahuan yang dangkal. Ingat, Idza wusida al-amru ghoira ahlihi
fantadziri as-sa’ah (Ketika suatu permaslah diserahkan pada orang yang bukah
ahlinya, maka tunggulah hari kiamat).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar